Pragmatisme dan Realisme Modern
Makalah Versi Word dapat di Download Via Link di bawah ini (Klik Download dan Tunggu 5 Detik, Lalu Skip Ad)
DOWNLOAD
==================================================
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pragmatisme
telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19
hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori
evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini
cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki
sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap
nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap
metafisik. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu
usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat
menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia.
Pada zaman kemoderenan realitas itu
tidak dilihat seperti halnya Plato meyakininya. Zaman modern meyakini bahwa
realitas itu adalah apa yang dapat dilihat secara indrawi. Realitas itu apa
yang kongkret yang bisa dilihat dan bermanfaat dalam kehidupan real kita.
Realitas itu bukan lagi pikiran-pikiran yang tidak jelas dan yang hanya sebatas
konsep saja.
Realitas modern adalah realitas
yang menganut paham bahwa yang ‘ada’ atau ‘eksis’ itu atau yang real itu,
sungguh-sungguh kongkret. Dapat diraba, dapat digunakan, dapat difungsikan demi
kehidupan manusia. Jika pada zaman sebelum kemoderenan, para ilmuwan selalu
berdebat bahwa yang “ada” atau eksis itu melampauhi yang dapat dilihat secara
indrawi. Maka pada zaman kemojdernan yang ‘eksis’ itu adalah apa yang terlihat
secara real, kongkret dan tampak secara indrawi.
Lebih jelas tentang pragmatisme dan
realism modern akan di bahas pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang di maksud dengan pragmatism dan siapakah tokohnya?
2. Bagaimanakah
kelahiran realisme modern?
C.
Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui
:
1. Aliran
pragmatisme dan Realisme modern
2. Kelemahan
dan Kelebihan Pragmatisme dan realism modern
3. Tokoh
– tokoh Pragmatisme dan Realisme modern
D.
Manfaat
Penulisan
a.
Teorotis
Sebagai bahan
acuan kegiatan pembelajaran filsafat bahasa
b.
Praktis
-
Dosen
:
Sebagai sarana
memberikan penilaian bagi mahasiswa PBI Unit B
-
Mahasiswa
:
Sebagai tugas
untuk memperoleh nilai pada mata kuliah filsafat bahasa.
BAB II
PRAGMATISME DAN
REALISME MODERN
A.
PRAGMATISME
1.
Pengertian
Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma
(bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai
benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2
Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat
praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima
sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”.[1]
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan
orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika
orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu
kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian
pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian
pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat
yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya
menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali
tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna
bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat
yang kedua.
2. Tokoh
Pragmatisme
a. William
James
Williams
Jamens adalah tokoh yang patut dicatat dalam
dunia psikologi. Dia dikenal sebagai ahli Filsafat Pragmatisme. Dalam
dunia psikologi, William James banyak berpengaruh pada Psikologi Agama dan
dunia pendidikan.[2]
-
Latar Belakang William
James dan Perkenalan Pragmatisme
William
James (1842-1910), mungkin adalah filsuf dan psikolog Amerika yang paling
berpengaruh, dilahirkan di kota New York , akan tetapi menghabiskan masa
kecilnya di Eropa. Pendidikan dasarnya tidak seperti anak kebanyakan dan
cenderung berganti-ganti, dikarenakan seringnya berpindah dari satu kota ke
yang lain dan juga keinginan ayahnya agar dia lebih berkembang. Dia melewatkan
masa pendidikannya disekolah umum dan dari guru bimbingan pribadinya di Swiss,
Prancis, Inggris dan Amerika. Sejak 1872 hingga 1907, ia menuntut ilmu di
Harvard. Pada mulanya James mempelajari fisiologi, kemudian beralih ke
psikologi, dan terakhir filsafat. Pragmatisme William James memiliki pengaruh
yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme, yang merupakan pemikiran khas
Amerika. Karya-karya William James antara lain Pragmatism, The Will
to Believe, The Varietis of Religion Experience, The Meaning of
Truth, dan beberapa karya lainnya.
Selama
tahun-tahun itu, dia hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan di sekolah
sebenarnya. Setelah mendalami seni selama beberapa tahun, dia menyadari bahwa
seni bukanlah bidangnya, dan pada tahun 1861 dia masuk ke Lawrence Scientific
School di Cambridge, yang memberikan karir di bidang sains dan koneksi dengan
Universitas Harvard yang terus berlangsung seumur hidupnya.
Saat
berusia 35 tahun, dia telah menjadi dosen di universitas ini. Dia menjadi
instruktur fisiologi dan anatomi selama 7 tahun, guru besar filsafat selama 9
tahun, dan menjadi guru besar psikologi sampai 10 tahun terakhir dia mengajar,
saat dia kembali lagi mengajar filsafat. James adalah penulis yang produktif
dan berbakat dibidang filsafat, psikologi dan pendidikan, dan pengaruhnya pada
kehidupan pendidikan di Amerika sangatlah mengesankan. Karya terbesar dan
paling berpengaruhnya, The Principles Of Psychology (Dasar-dasar
Psikologi), yang diterbitkan tahun 1980, nantinya akan menjadi materi
pendidikan. Pemikirannya terhadap pendidikan dan pandangannya terhadap cara
kerja pengajar dapat dilihat di karyanya yang terkenal Talks to Teacher.
Selain sangat terkenal, buku-buku ini memberikan pengaruh yang besar terhadap
pendidikan dan pengajarnya. Teori dan praktek pendidikan, adalah hutang
terbesar Amerika kepada “ Bapak Pendidikan Psikologi Modern” ini.
William
James adalah seorang yang individualis. Didalam bukunya Talks to Teacher
tidak terdapat pernyataan mengenai pendidikan sebagai fungsi sisa. Baginya
pendidikan lebih cenderung kepada “ organisasi yang ketertarikan mendalam
terhadap tingkah laku dan ketertarikan akan kebiasaan dalam tingkah laku dan
aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan
diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental untuk bertahan hidup.
Pemikirannya ini dipengaruhi oleh insting dan pengalamannya mempelajari
psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi. Ketertarikan James akan
insting dan pemberian tempat untuk itu dalam pendidikan, menjadikan para
pembaca bukunya percaya akan salah satu tujuan terpenting didalam pendidikan
adalah memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengikuti instingnya. Yang
nantinya akan menjadi peribahasa teori pendidikan. “ Bekerjasamalah dengan
insting, jangan melawannya”. Pembaca yang lebih teliti dapat menemukan tulisan
yang lebih menguatkan akan hal ini, tapi ketidakraguannya ditunjukkannya
melalui pernyataan-pernyataannya bahwa persatuan para psikolog telah salah
mengenali kekuatan insting didalam kehidupan manusia.
Teori
James akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada
pelaksanaannya. Mengesampingkan pernyataannya mengenai perubahan insting, yang
berlawanan dengan diskusinya pada “Iron Law of Habit/Hukum Utama Kebiasaan”
dan kepercayaannya akan tujuan dasar pendidikan sebagai pengembangan awal
kebiasaan individual dan kelompok, dalam pembentukan masyarakat yang lebih
sempurna. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah
mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan
pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan seagai bagian dari diri untuk
menjadikan pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yan paling berpenaruh
terhadap metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James
mengtakan: `
“Hal
yang paling utama, disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan
kita menjadi sekutu bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali
kebutuhan kita dan memenuhi kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus
terbiasa, secepat mungkin, semampu kita, dan menjaga diri dari jalan yang
memberi kerugian kepada kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit. Semakin
banyak dari hal itu didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan
dengan terbiasa, semakin banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan
untuk hal yang penting lainnya.”
Pragmatisme
merupakan sebuah gerakan pemikiran yang khas Amerika. Nama pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma
yang berarti tindakan. Hal ini sesuai dengan pola pemikiran pragmatisme
sendiri, yang menitikberatkan pada tindakan manusia. Pada dasarnya pragmatisme lebih menekankan kepada metode dan pendirian
daripada suatu filsafat sistematis, yaitu suatu metode penyelidikan
eksperimental yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah
satu pelopor pragmatisme adalah Charles S. Peirce.
-
Konsep Kebenaran
Pragmatis
Mengenai kebenaran, ada
satu kalimat dari William James yang cukup padat dalam menggambarkannya, yaitu
“truth happens to an idea”. Berbeda dengan
konsepsi tradisional mengenai kebenaran yang memandang kebenaran sebagai
sesuatu yang pasti dan tetap, James meyakini bahwa kebenaran itu terjadi pada suatu
gagasan. Dalam hal ini, kebenaran dipahami sebagai sesuatu yang dinamis. Maka
kebenaran suatu gagasan tidaklah dikatakan sebagai “benar”, melainkan “menjadi
benar”. Hal ini ditakar dari efek-efek praktis dan tindakan yang mengikuti
gagasan tersebut.
Sebuah gagasan dinilai
benar, jika mengarahkan manusia pada suksesnya suatu tindakan. Dengan kata
lain, jika gagasan itu mengarahkan kita pada tindakan yang membawa manfaat.
Bagi James, benar dan bermanfaat merupakan satu hal yang sama. You can say
of it then either that ‘it is useful because it is true’ or that ‘it is true
because it is useful’. Hal ini berkaitan dengan
verifikasi yang dikenakan kepada suatu gagasan untuk menguji apakah gagasan itu
benar atau tidak.
Secara sederhana,
proses verifikasi terhadap suatu gagasan dapat dipahami dengan dua cara
pandang, yaitu prospektif dan retrospektif. Secara prospektif, gagasan itu
benar jika mengarahkan kita untuk melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini,
proses verifikasi dimulai, dan gagasan tersebut memiliki kemungkinan untuk
terbukti benar. Secara retrospektif, proses verifikasi telah mencapai hasilnya.
Jika hasil tersebut bermanfaat, maka gagasan tadi merupakan gagasan yang benar.
Lebih lanjut William James menyatakan bahwa “True is the name for whatever
idea starts the verification-process, useful is the name for its completed
function in experience”. Dari penjelasan ini
terlihat bahwa bagi William James, isi dari sebuah gagasan atau ungkapan
tidaklah penting, sepanjang gagasan tersebut mengarahkan kita untuk melakukan
suatu tindakan yang akan membuahkan kesuksesan.
Terlihat pula bahwa
bagi James, kemauan mendahului kebenaran, di mana kemauan itu disertai dengan
kehendak untuk percaya. Hal ini dikarenakan kebenaran merupakan sesuatu yang
diaktualisasikan oleh manusia kepada gagasan tertentu yang ia jadikan pedoman
untuk tindakannya.
-
Psikologi
Agama dalam Cara Pandang Pragmatisme
Para
pemikir yang membahas religiousitas dan spiritualitas manusia selalu
berusaha menunjukkan keberadaan Tuhan dengan berbagai argumen rasional. Namun,
bagi pragmatisme, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah kegunaan dari
kepercayaan kita terhadap adanya Tuhan?
Gagasan
mengenai adanya Tuhan dan kepercayaan terhadap agama merupakan gagasan yang
benar jika memiliki efek-efek praktis. Tindakan manusialah yang akan
membuktikan apakah keyakinannya terhadap Tuhan merupakan suatu kebenaran. Dalam
hal ini, keyakinan kita kepada Tuhan dan agama memang diperlukan, karena dengan
keyakinan tersebut manusia akan memiliki ketenangan dalam menghadapi
kehidupannya. Dengan ketenangan itulah ia akan bisa
melakukan tindakan-tindakan yang berguna dengan cara yang “benar”.
Doktrin-doktrin agama benar, jika perbuatan para penganutnya sesuai dengan
doktrin tersebut dan terarah pada suatu kesuksesan dalam bertindak.
-
Pendidikan dari Sudut
Pandang Pragmatisme
Menurut filsafat
Pragmatisme, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata
bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat
pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin
pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui
atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir
bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan,
tidak terkecuali di dunia pendidikan.
Salah satu tokoh
sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah
John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis
pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai
popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan
pendidikan.
Kaum pragmatis adalah
manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam
pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha
memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkrit. Karenanya, teori
bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat
manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah
teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku, yaitu
yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu
teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang
muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya,
dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu
mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori
tersebut.
-
Kesimpulan dan Catatan
Kritis
Pragmatisme William
James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. Ia menolak
kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh suatu
gagasan. Hal ini menimbulkan implikasi, bahwa kebenaran tidak bersifat mutlak,
melainkan berubah-ubah. Pandangan ini juga mengarahkan cara pandang kita untuk
menganggap gagasan-gagasan hanya sebagai instrumen atau alat untuk mencapai
maksud dan tujuan kita. Dengan demikian, motivasi subjeklah yang akan
menentukan kebenaran suatu gagasan.
Pemikiran William James
di bidang psikologi agama juga menyanggah pandangan-pandangan tradisional
terhadap agama. Bahwa agama merupakan sesuatu yang objektif, disanggah dengan
pemikiran yang juga menginstrumentalisasikan agama. Dengan demikian, konsep
mengenai Tuhan yang otonom dan Mahakuasa juga tertolak. Oleh karena keyakinan
kepada Tuhan juga dipandang sebagai alat semata-mata untuk meraih tujuan yang
lain.
b. John Dewey[3]
John
Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab
Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus
sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah
menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang
filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas
Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel.
Dewey meninggal dunia pada tahun 1952.
Dari tahun 1884 sampai 1888, Dewey mengajar pada Universitas
Michigan dalam bidang filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota.
Akan tetapi pada akhir tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan
menjadi kepala bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai tahun 1894, ketika
ia pindah ke Universitas Chicago yang membawa banyak pengaruh pada
pandangan-pandangannya tentang pendidikan sekolah di kemudian hari. Ia menjabat
sebagai pemimpin departemen filsafat dari tahun 1894-1904 di universitas ini.
Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang kelak dikenal dengan nama The
Dewey School. Di pusat penelitian ini ia pun memulai penelitiannya mengenai
pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam
praksis sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan
tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai ganti,
ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan murid dalam diskusi dan
pemecahan masalah. Selama periode ini pula ia perlahan-lahan meninggalkan gaya
pemikiran idealisme yang telah mempengaruhinya. Jadi selain menekuni
pendidikan, ia juga menukuni bidang logika, psikologi dan etika.
Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan
bagi perbuatan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh
tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak
pada pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara
kritis. Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma.
Cara-cara non-ilmiah (unscientific) membuat manusia
tidak meruasa puas sehingga mereka menggunakan cara berpikir deduktif atau
induktif. Kemudian orang mulai memadukan cara berpikir deduktif dan induktif,
dimana perpaduan ini disebut dengan berpikir reflektif (reflective thinking).
Metode ini diperkenalkan oleh John Dewey antara lain:
1. The Felt Need (adanya suatu kebutuhan): Seseorang
merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaanya sehingga dia berusaha
mengungkapkan kebutuhan tersebut.
2. The Problem (menetapkan masalah): Dari kebutuhan
yang dirasakan pada tahap the felt need diatas, diteruskan dengan merumuskan,
menempatkan dan membatasi permasalahan (kebutuhan). Penemuan terhadap kebutuhan
dan masalah boleh dikatakan parameter yang sangat penting dan menentukan
kualitas penelitian. Studi literatur, diskusi, dan pembimbingan dilakukan
sebenarnya untuk men-define kebutuhan dan masalah yang akan diteliti.
3. The Hypothesis (menyusun hipotesis): Jawaban atau
pemecahan masalah sementara yang masih merupakan dugaan yang dihasilkan
misalnya dari pengalaman, teori dan hukum yang ada.
4. Collection of Data as Avidance (merekam data untuk pembuktian):
Membuktikan hipotesis dengan eksperimen, pengujian dan merekam data di
lapangan. Data-data dihubungkan satu dengan yang lain untuk ditemukan
kaitannya. Proses ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis dilengkapi
dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis.
5. Concluding Belief (kesimpulan yang diyakini
kebenarannya): Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tahap ke-4, dibuatlah
sebuah kesmpulan yang diyakini mengandung kebenaran, khususnya untuk kasus yang
diuji.
6. General Value of the Conclusion (memformulasikan kesimpulan umum):
Kesimpulan yang dihasilkan tidak hanya berlaku untuk kasus tertentu, tetapi
merupakan kesimpulan (bisa berupa teori, konsep dan metode) yang bisa berlaku
secara umum, untuk kasus lain yang memiliki kemiripan-kemiripan tertentu dengan
kasus yang telah dibuktikan diatas.
-
Pandangan Dewey Tentang Perilaku
Sosial
Teori-teori awal yang dianggap mampu
menjelaskan perilaku seseorang, difokuskan pada dua kemungkinan (1)
perilaku diperoleh dari keturunan dalam bentuk instink-instink biologis - lalu
dikenal dengan penjelasan "nature" - dan (2) perilaku bukan
diturunkan melainkan diperoleh dari hasil pengalaman selama kehidupan mereka -
dikenal dengan penjelasan "nurture". Penjelasan "nature"
dirumuskan oleh ilmuwan Inggris Charles Darwin pada abad kesembilan belas di
mana dalam teorinya dikemukakan bahwa semua perilaku manusia merupakan
serangkaian instink yang diperlukan agar bisa bertahan hidup. Mc Dougal sebagai
seorang psikolog cenderung percaya bahwa seluruh perilaku sosial manusia
didasarkan pada pandangan ini (instinktif).
Namun banyak analis sosial yang
tidak percaya bahwa instink merupakan sumber perilaku sosial. John Dewey
mengatakan bahwa perilaku kita tidak sekedar muncul berdasarkan pengalaman masa
lampau, tetapi juga secara terus menerus berubah atau diubah oleh lingkungan -
"situasi kita" - termasuk tentunya orang lain.
Untuk menjelaskan perilaku sosial
seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif,
(2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental.
John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga
mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok - yaitu
adat-istiadat masyarakat - atau struktur sosial.
Pandangan Dewey tentang manusia
bertolak dari konsepnya tentang situasi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia
adalah makhluk sosial, sehingga segala perbuatannya, entah baik atau buruk,
akan diberi penilaian oleh masyarakat. Akan tetapi di lain pihak, manusia
manurutnya adalah yang menciptakan nilai bagi dirinya sendiri secara alamiah.
Masyarakat di sekitar manusia dengan segala lembaganya, harus diorganisir dan
dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perkembangan semaksimal
mungkin. Itu berarti, seorang pribadi yang hendak berkembang selain berkembang
atas kemungkinan alamiahnya, perkembangannya juga turut didukung oleh masyrakat
yang ada di sekitarnya.
Dewey juga berpandangan bahwa setiap
pribadi manusia memiliki struktur-struktur kodrati tertentu. Misalnya insting
dasar yang dibawa oleh setiap manusia. Insting-insting dasar itu tidak bersifat
statis atau sudah memiliki bentuk baku, melainkan sangat fleksibel.
Fleksibilitasnya tampak ketika insting bereaksi terhadap kesekitaran. Pokok pandangan
Dewey di sini sebenarnya ialah bahwa secara kodrati struktur psikologis manusia
atau kodrat manusia mengandung kemampuan-kemampuan tertentu.
Kemampuan-kemampuan itu diaktualisasikan sesuai dengan kondisi sosial
kesekitaran manusia. Bila seseorang berlaku yang sama terhadap kondisi
kesekitaran, itu disebabkan karena “kebiasaan”, cara seseorang bersikap
terhadap stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan ini dapat berubah sesuai dengan
tuntutan kesekitarnya.
-
Pandangan Dewey Dalam Dunia
Pendidikan
Dewey juga menjadi sangat terkenal
karena pandangan-pandanganya tentang filsafat pendidikan. Pandangan yang
dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika.
Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia telah mulai
mengkritik tentang sisitem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi.
Sekarang ini, pandangannya tidak hanya digunakan di Amerika, tetapi juga di
banyak negara lainnya di seluruh dunia.
Untuk memahami pemikiran John Dewey,
kita harus berusaha untuk memahami titik-titik lemah yang ada dalam dunia
pendidikan itu sendiri. Ia secara realistis mengkritik praktek pendidikan yang
hanya menekankan pentingnya peranan guru dan mengesampingkan para siswa dalam
sestem pendidikan. Penyikasaan fisik dan indoktrinasi dalam bentuk penerapan
dokrin-dokrin menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan. Tak lepas
dari kritikannya juga yakni sistem kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas”
tanpa memperhatikan masukkan-masukkan dari bawah. Intinya bahwa, dalam dunia
pendidikan harus diterapkan sistem yang demokratis.
Menurutnya, proses belajar berarti
menangkap makna dengan cara sederhana dari sebuah praktek, benda, proses
atau peristiwa. Menangkap makna berarti mengetahui kegunaannya. Sesuatu yang
mempunyai makna berarti memiliki fungsi sosial. Oleh karena itu pendidikan
harus mampu mengantar kaum muda untuk memahami aktivitas yang mereka temukan
dalam masyarakat. Semakin banyak aktivitas yang mereka pahami berarti semakin
banyak pula makna yang mereka diperoleh. Dalam pengertian inilah ia mengatakan
bahwa mutu pengetahuan mempengaruhi demokrasi.
Dewey menganggap pentingnya
pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu
percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan
keberanian dan disposisi inteligensi yang terkonstitusi. Dengan itu, dapat pula
diusahakan kesadaran akan pentingnya pengormatan pada hak dan kewajiban yang
paling fundamental dari setiap orang. Gagasan ini juga bertolak dari gagasannya
tentang perkembangan seperti yang sudah di bahas sebelumnya. Baginya ilmu
mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah
untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya.
Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan
kebiasaan yang lama, dan membangun kembali yang baru. Bagi Dewey, lebih penting
melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, daripada
mengisisnya secara sarat dengan formulasi-formulasi secara sarat teoretis yang
tertib.
Pendidikan harus pula mengenal
hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan
refleksi. Pendidikan yang bertolak dan merupakan kontuinitas dari refleksi atas
pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak didik. Dengan demikian,
belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan terus-menerus untuk
membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran.
3.
Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
a. Kekuatan
Pragmatisme
-
Kemunculan pragmatis
sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika
Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan
maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak
sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak,
intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan,
materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan,
filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar
mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang
memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan
sehari-hari.
-
Pragmatisme telah
berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala
yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu
mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan
suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu
pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang
sosial dan ekonomi.
-
Sesuai dengan coraknya
yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”.
Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian
yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan
mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan
pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan
progresif dalam masyarakat modern.
b. Kelemahan
Pragmatisme
-
Karena pragmatisme
tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran
tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan
percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak
langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan
jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme
sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka
sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
-
Karena yang menjadi
kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis,
dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak
masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
-
Untuk mencapai
matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan
lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa
mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur
masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat
pragmatisme menderita penyakit humanisme.[4]
B.
REALISME
MODERN
Realisme modern dimulai sekitar abad
ke 16 atau ketujuh belas. Ditandai dengan muncul revolusi perancis dan revolusi
industri. Dan lahirnya pemikir-pemikir di luar gereja. Mereka adalah
orang-orang yang berpikir secara otonom dan akhirnya menjadikan manusia menjadi
pusat segala-galanya. Kemodernan sering diidentikkan juga dengan zamannya
enlightement atau aufklerung (pencerahan) yang
dicetuskan oleh Immauel Kant dari Jerman pada abad ke-18.
Realisme modern tentu saja berbeda
dengan paham realisme sebelumnya. Kalau realisme pada zaman Yunani kuno
menganggap bahwa realitas itu tidak sekedar apa yang dapat dilihat secara
real, tetapi realitas itu adalah pemikiran atau ide-ide. Plato yang meyakini
bahwa realitas yang sesungguhnya itu bukanlah kenyataan yang dapat dilihat
secara indrawi. Menurutnya apa yang kita lihat sekarang ini hanyalah
bayang-bayang dari realitas yang sebenarnya. Apa yang ada sekarang ini hanyalah
fotokopian dari realitas yang abadi. Realitas yang abadi menurutnya adalah
idea-idea (dunia ide). Yang real itu adalah apa yang kita yang ada dalam ide-ide
kita.
Argumen yang paling jelas
dikemukakan oleh Plato adalah bahwa realitas ini selalu berubah, apa yang kita
lihat hari ini bisa berbeda dengan apa yang kita lihat kemarin atau besok. Itu
terjadi karena realitas sekarang ini tidak abadi. Sementara realitas yang abadi
adalah apa yang ada dalam ide-ide kita dan tidak pernah berubah ia tetap abadi.
a.
Pandangan Realisme Modern
-
Padangan tentang manusia
Jiwa adalah bagian tertentu dari otak dan otak ini
disebutnya sensorium, cara kerja sensorium
ini ada dua hal yaitu: objek-objek ditangkap oleh indra dan dimasukkan ke
syaraf kemudian ke sensorium dan dalam sensorium ini ada
semacam jiwa yang disebut anima, inilah yang
akan menggerakkan otot-otot(Stimulus) yang menghasilkan respon. Manusia adalah
sistem mekanisme kecil.
-
Tuhan menurut Realisme modern
Tuhan itu abadi dan tak terbatas
(omimpotens). Karena dialah yang membentuk ruang dan waktu (wadah bagi segala
aktivitas). Di sini mulai terasa image Tuhan yang impersonal. Kendatipun
demikian Tuhan sendiri tak terpengaruh oleh kreativitas itu. Tuhan adalah
segala daya persepsi, kalau membayangkan-Nya pakai indera kita misalnya teliga,
maka Tuhan itu adalah teliga seluruhnya, demikian juga dengan tangan, mata
Tuhan itu akan menjadi tangan dan mata seluruhnya. Cara kerja Tuhan itu tidak
seperti manusia. Sehingga Tuhan itu dapat dikatakan seluruhnya otak (devine
sensorium) atau absolute space and time.
b.
Karakteristik Realisme Modern
-
Realisme modern ini ditandai dengan cara berpikir atau
atomistik.
Segala
sesuatu itu dibayangkan hanya berjenis sama misalnya rumah, dalam arti
unsur pembentuknya sama. Sains hanya memiliki bahan dasar itu. keseluruhan
hendaknya dijelaskan berdasarkan bagian terkecilnya. Kelak kemodernan dikritik
sebagai reduksionis. Mirip dengan Signum Freud yang mengatakan bahwa seluruh
perilaku manusia itu ditentukan oleh lidido (seks). Deistik melahirkan
ateistik sama dengan sekularistik yang memisahkan manusia dengan Tuhan (Deisme
adalah ajaran yang mengatakan bahwa Tuhan itu terpisah dari alam semesta.
Sesudah Tuhan menciptakan alam semesta Ia tidak lagi berhubungan dengan Alam
semesta sama sekali. Kekuatan sains adalah produksi prediksi dan
manipulasi).
-
Realisme modern ditandai dengan munculnya Rasionalisme
Kemoderenan
yang melihat realitas itu ada sejauh masuk akal. Maka muncul ilmu yang
mengangungkan rasio. Mereka percaya bahwa realitas bekerja secara rasional,
logis, objektif, sehingga rasio manusia mampu memahami segala hal.
Konsekuensinya adalah segala hal yang gaib, misterius, ilahi, atau yang
rasional tidak ada atau paling banter “belum diketahui”. Jadi keyakinan
religius atau prinsip: “credo quia impossible” (saya percaya sesuatu yang tidak
mungkin), itu semua omong kosong. Sebab segala hal secara pelan-pelan bisa di jelaskan.
Keyakinan filosofis ini adalah nyawa dari modernitas.
-
Prinsip Modern ala rasionalisme
Manusia
harus mengembangkan diri dan menuntun dirinya sendiri dengan standar-standar
yang jelas dalam arti clara et disticta (jelas dan tegas), benar-salah
atau baik-buruk dsb. Maka sepanjang zaman modern segala hal distandarisasi dan
standar tersebut perlu dikualifikasi ala ilmu alam agar bersifat
pasti. jadi ilmu alam saat itu primadona dalam ilmu sains. Alam semesta
dan kehidupan adalah mekanisme raksasa yang bekerja secara rasional,
matematis dan fisis artinya sesuai dengan hukum-hukum fisika.
Ada
keyakinan bahwa iptek itu mampu melahirkan/ menghasilkan kebenaran-kebenaran
lebih dalam daripada yang diwahyukan dalam tradisi maupun kitab
suci. Dan dalam kaitan dengan ini bahwa kebenaran itu kalaupun
diwahyukan belumlah lengkap, hanya sebagian dan belum sempurna, artinya
sebagaian besar harus dicari. Bidang-bidang kehidupan (agama, politik, ekonomi,
budaya dsb) perlu dikelola secara rasional juga. Dikemudian hari rasionalisme
menjadi sangat cenderung mereduksikan kehidupan itu sendiri.
c.
Sisi Positif dan Sisi negative
Realisme Moderr
-
Sisi Negatif Realisme Modern
Realisme
modern melihat segala hal dari perspektif sains. Yang ‘eksis’ (ada) itu
benar-benar ada sejauh dapat dijelaskan dan dibuktikan secara empiris. Segala
hal harus dapat diterima oleh rasio. Akibat dari pemahaman ini, realitas yang
sesungguhnya dikerdilkan dalam pemahaman rasio semata. Alam semesta ini juga
dilihat sejauh itu sesuai dengan hukum-hukum mekanistik. jadi bagaimana dengan
hal-hal yang gaib atau miracle. Agama disingkirkan dan segala hal yang
berbau misktik dianggap tidak benar dan perlu dibasmi. Padahal banyak hal
dalam dunia ini yang tidak bisa diperlakukan demikian. Padangan orang timur
yang percaya akan alam lain yang berada di luar rasio dianggap
kekanak-kanakan.
Cara
berpikir modern ini juga memiliki tendensi (kecenderungan) ke arah pragmatisme.
Salah tokoh yang tekenalnya adalah William James dari Amerika. Segala hal hanya
penting jika bisa berguna bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain manusia itu
berarti hanya jika bisa digunakan. Manusia dilihat bukan sebagai manusia yang
memiliki martabat dan keunikan, tetapi manusia itu dilihat sejauh bisa
digunakan dan dimanfaatkan keahliannya. Manusia tidak jauh berbeda dengan mesin
yang siap untuk kerja.
-
Sisi positif Realisme Modern
Manusia
secara peradaban mengalami kemajuan. Segala hal dapat dilakukan dengan cepat.
Alam yang dulu mendikte manusia dengan segala macam kekuatannya, sekarang
manusialah yang mendikte alam. Alam ditundukkan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Manusia mampu menciptakan segala sesuatu yang menunjang
kepentingannya. Yang real itu bukan lagi pemikiran-pemikiran yang abstrak dan membingungkan.
Yang real adalah apa yang ada di dunia ini. Segala hal yang bisa dijelaskan
dengan hukum logika dan eksperimen itulah yang konkret, yang real dan yang
nyata.
Melalui
cara berpikir demikian yang real dilihat sebagai sesuatu yang dapat diolah dan
digunakan untuk kepentingan umat manusia. [5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat
yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya
menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali
tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna
bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat
yang kedua. Tokoh utama Pragmatisme adalah
William James dan John Dewey
2. Realisme modern dimulai sekitar abad
ke 16 atau ketujuh belas. Ditandai dengan muncul revolusi perancis dan revolusi
industri. Dan lahirnya pemikir-pemikir di luar gereja. Mereka adalah
orang-orang yang berpikir secara otonom dan akhirnya menjadikan manusia menjadi
pusat segala-galanya. Kemodernan sering diidentikkan juga dengan zamannya
enlightement atau aufklerung (pencerahan) yang
dicetuskan oleh Immauel Kant dari Jerman pada abad ke-18.
B.
Saran
Diharapkan
untuk dapat memahami dengan jelas pragmatism dan Realisme moder
DAFTAR
PUSTAKA
[1] http://noexs.blogspot.com/2009/04/pragmatisme-makalah-ini-disusun-untuk.html, di download pada tanggal
14 Oktober 2011
[2] http://www.psychologymania.com/2010/03/william-james-tokoh-pragmatisme.html,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
[4] http://ifazblog.blogspot.com/2010/03/pragmatisme.html,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
[5] http://noveonline.wordpress.com/2007/12/04/realisme-modern/,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
Referensi Utama :
http://4referensiku.blogspot.com
[1] http://noexs.blogspot.com/2009/04/pragmatisme-makalah-ini-disusun-untuk.html, di download pada tanggal
14 Oktober 2011
[2] http://www.psychologymania.com/2010/03/william-james-tokoh-pragmatisme.html,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
[4] http://ifazblog.blogspot.com/2010/03/pragmatisme.html,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
[5] http://noveonline.wordpress.com/2007/12/04/realisme-modern/,
di download pada tanggal 14 Oktober 2011
Referensi Utama :
http://4referensiku.blogspot.com
http://4referensiku.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment