Searching...
Saturday, March 9, 2013

Pragmatisme dan Realisme Modern

8:29 AM
Pragmatisme dan Realisme Modern
Makalah Versi Word dapat di Download Via Link di bawah ini (Klik Download dan Tunggu 5 Detik, Lalu Skip Ad)

DOWNLOAD

==================================================

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia.
Pada zaman kemoderenan realitas itu tidak dilihat seperti halnya Plato meyakininya. Zaman modern meyakini bahwa realitas itu adalah apa yang dapat dilihat secara indrawi. Realitas itu apa yang kongkret yang bisa dilihat dan bermanfaat dalam kehidupan real kita. Realitas itu bukan lagi pikiran-pikiran yang tidak jelas dan yang hanya sebatas konsep saja.
Realitas modern adalah realitas yang  menganut paham bahwa yang ‘ada’ atau ‘eksis’ itu atau yang real itu, sungguh-sungguh kongkret. Dapat diraba, dapat digunakan, dapat difungsikan demi kehidupan manusia. Jika pada zaman sebelum kemoderenan, para ilmuwan selalu berdebat bahwa yang “ada” atau eksis itu melampauhi yang dapat dilihat secara indrawi. Maka pada zaman kemojdernan yang ‘eksis’ itu adalah apa yang terlihat secara real, kongkret dan tampak secara indrawi.
Lebih jelas tentang pragmatisme dan realism modern akan di bahas pada bab selanjutnya. 


B.            Rumusan Masalah
1.      Apakah yang di maksud dengan pragmatism dan siapakah tokohnya?
2.      Bagaimanakah kelahiran realisme modern?

C.           Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui :
1.      Aliran pragmatisme dan Realisme modern
2.      Kelemahan dan Kelebihan Pragmatisme dan realism modern
3.      Tokoh – tokoh Pragmatisme dan Realisme modern

D.           Manfaat Penulisan
a.      Teorotis
Sebagai bahan acuan kegiatan pembelajaran filsafat bahasa

b.      Praktis
-          Dosen :
Sebagai sarana memberikan penilaian bagi mahasiswa PBI Unit B
-          Mahasiswa :
Sebagai tugas untuk memperoleh nilai pada mata kuliah filsafat bahasa.


BAB II
PRAGMATISME DAN REALISME MODERN

A.           PRAGMATISME
1.      Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.[1]
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

2.      Tokoh Pragmatisme
a.       William James
Williams Jamens adalah tokoh yang patut dicatat dalam dunia psikologi. Dia dikenal sebagai ahli Filsafat Pragmatisme. Dalam dunia psikologi, William James banyak berpengaruh pada Psikologi Agama dan dunia pendidikan.[2]
-          Latar Belakang William James dan Perkenalan Pragmatisme
William James (1842-1910), mungkin adalah filsuf dan psikolog Amerika yang paling berpengaruh, dilahirkan di kota New York , akan tetapi menghabiskan masa kecilnya di Eropa. Pendidikan dasarnya tidak seperti anak kebanyakan dan cenderung berganti-ganti, dikarenakan seringnya berpindah dari satu kota ke yang lain dan juga keinginan ayahnya agar dia lebih berkembang. Dia melewatkan masa pendidikannya disekolah umum dan dari guru bimbingan pribadinya di Swiss, Prancis, Inggris dan Amerika. Sejak 1872 hingga 1907, ia menuntut ilmu di Harvard. Pada mulanya James mempelajari fisiologi, kemudian beralih ke psikologi, dan terakhir filsafat. Pragmatisme William James memiliki pengaruh yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme, yang merupakan pemikiran khas Amerika. Karya-karya William James antara lain Pragmatism, The Will to Believe, The Varietis of Religion Experience, The Meaning of Truth, dan beberapa karya lainnya.
Selama tahun-tahun itu, dia hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan di sekolah sebenarnya. Setelah mendalami seni selama beberapa tahun, dia menyadari bahwa seni bukanlah bidangnya, dan pada tahun 1861 dia masuk ke Lawrence Scientific School di Cambridge, yang memberikan karir di bidang sains dan koneksi dengan Universitas Harvard yang terus berlangsung seumur hidupnya.
Saat berusia 35 tahun, dia telah menjadi dosen di universitas ini. Dia menjadi instruktur fisiologi dan anatomi selama 7 tahun, guru besar filsafat selama 9 tahun, dan menjadi guru besar psikologi sampai 10 tahun terakhir dia mengajar, saat dia kembali lagi mengajar filsafat. James adalah penulis yang produktif dan berbakat dibidang filsafat, psikologi dan pendidikan, dan pengaruhnya pada kehidupan pendidikan di Amerika sangatlah mengesankan. Karya terbesar dan paling berpengaruhnya, The Principles Of Psychology (Dasar-dasar Psikologi), yang diterbitkan tahun 1980, nantinya akan menjadi materi pendidikan. Pemikirannya terhadap pendidikan dan pandangannya terhadap cara kerja pengajar dapat dilihat di karyanya yang terkenal Talks to Teacher. Selain sangat terkenal, buku-buku ini memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan dan pengajarnya. Teori dan praktek pendidikan, adalah hutang terbesar Amerika kepada “ Bapak Pendidikan Psikologi Modern” ini.
William James adalah seorang yang individualis. Didalam bukunya Talks to Teacher tidak terdapat pernyataan mengenai pendidikan sebagai fungsi sisa. Baginya pendidikan lebih cenderung kepada “ organisasi yang ketertarikan mendalam terhadap tingkah laku dan ketertarikan akan kebiasaan dalam tingkah laku dan aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental untuk bertahan hidup. Pemikirannya ini dipengaruhi oleh insting dan pengalamannya mempelajari psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi. Ketertarikan James akan insting dan pemberian tempat untuk itu dalam pendidikan, menjadikan para pembaca bukunya percaya akan salah satu tujuan terpenting didalam pendidikan adalah memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengikuti instingnya. Yang nantinya akan menjadi peribahasa teori pendidikan. “ Bekerjasamalah dengan insting, jangan melawannya”. Pembaca yang lebih teliti dapat menemukan tulisan yang lebih menguatkan akan hal ini, tapi ketidakraguannya ditunjukkannya melalui pernyataan-pernyataannya bahwa persatuan para psikolog telah salah mengenali kekuatan insting didalam kehidupan manusia.
Teori James akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada pelaksanaannya. Mengesampingkan pernyataannya mengenai perubahan insting, yang berlawanan dengan diskusinya pada “Iron Law of Habit/Hukum Utama Kebiasaan” dan kepercayaannya akan tujuan dasar pendidikan sebagai pengembangan awal kebiasaan individual dan kelompok, dalam pembentukan masyarakat yang lebih sempurna. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan seagai bagian dari diri untuk menjadikan pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yan paling berpenaruh terhadap metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan. James mengtakan: `
Hal yang paling utama, disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita menjadi sekutu bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan kita dan memenuhi kebutuhan dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat mungkin, semampu kita, dan menjaga diri dari jalan yang memberi kerugian kepada kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit. Semakin banyak dari hal itu didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan terbiasa, semakin banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang penting lainnya.”
Pragmatisme merupakan sebuah gerakan pemikiran yang khas Amerika. Nama pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti tindakan. Hal ini sesuai dengan pola pemikiran pragmatisme sendiri, yang menitikberatkan pada tindakan manusia. Pada dasarnya pragmatisme lebih menekankan kepada metode dan pendirian daripada suatu filsafat sistematis, yaitu suatu metode penyelidikan eksperimental yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu pelopor pragmatisme adalah Charles S. Peirce.
-          Konsep Kebenaran Pragmatis
Mengenai kebenaran, ada satu kalimat dari William James yang cukup padat dalam menggambarkannya, yaitu “truth happens to an idea. Berbeda dengan konsepsi tradisional mengenai kebenaran yang memandang kebenaran sebagai sesuatu yang pasti dan tetap, James meyakini bahwa kebenaran itu terjadi pada suatu gagasan. Dalam hal ini, kebenaran dipahami sebagai sesuatu yang dinamis. Maka kebenaran suatu gagasan tidaklah dikatakan sebagai “benar”, melainkan “menjadi benar”. Hal ini ditakar dari efek-efek praktis dan tindakan yang mengikuti gagasan tersebut.
Sebuah gagasan dinilai benar, jika mengarahkan manusia pada suksesnya suatu tindakan. Dengan kata lain, jika gagasan itu mengarahkan kita pada tindakan yang membawa manfaat. Bagi James, benar dan bermanfaat merupakan satu hal yang sama. You can say of it then either that ‘it is useful because it is true’ or that ‘it is true because it is useful’. Hal ini berkaitan dengan verifikasi yang dikenakan kepada suatu gagasan untuk menguji apakah gagasan itu benar atau tidak.
Secara sederhana, proses verifikasi terhadap suatu gagasan dapat dipahami dengan dua cara pandang, yaitu prospektif dan retrospektif. Secara prospektif, gagasan itu benar jika mengarahkan kita untuk melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini, proses verifikasi dimulai, dan gagasan tersebut memiliki kemungkinan untuk terbukti benar. Secara retrospektif, proses verifikasi telah mencapai hasilnya. Jika hasil tersebut bermanfaat, maka gagasan tadi merupakan gagasan yang benar. Lebih lanjut William James menyatakan bahwa “True is the name for whatever idea starts the verification-process, useful is the name for its completed function in experience. Dari penjelasan ini terlihat bahwa bagi William James, isi dari sebuah gagasan atau ungkapan tidaklah penting, sepanjang gagasan tersebut mengarahkan kita untuk melakukan suatu tindakan yang akan membuahkan kesuksesan.
Terlihat pula bahwa bagi James, kemauan mendahului kebenaran, di mana kemauan itu disertai dengan kehendak untuk percaya. Hal ini dikarenakan kebenaran merupakan sesuatu yang diaktualisasikan oleh manusia kepada gagasan tertentu yang ia jadikan pedoman untuk tindakannya.

-          Psikologi Agama dalam Cara Pandang Pragmatisme
Para pemikir yang membahas religiousitas dan spiritualitas manusia selalu berusaha menunjukkan keberadaan Tuhan dengan berbagai argumen rasional. Namun, bagi pragmatisme, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah kegunaan dari kepercayaan kita terhadap adanya Tuhan?
Gagasan mengenai adanya Tuhan dan kepercayaan terhadap agama merupakan gagasan yang benar jika memiliki efek-efek praktis. Tindakan manusialah yang akan membuktikan apakah keyakinannya terhadap Tuhan merupakan suatu kebenaran. Dalam hal ini, keyakinan kita kepada Tuhan dan agama memang diperlukan, karena dengan keyakinan tersebut manusia akan memiliki ketenangan dalam menghadapi kehidupannya. Dengan ketenangan itulah ia akan bisa melakukan tindakan-tindakan yang berguna dengan cara yang “benar”. Doktrin-doktrin agama benar, jika perbuatan para penganutnya sesuai dengan doktrin tersebut dan terarah pada suatu kesuksesan dalam bertindak.

-          Pendidikan dari Sudut Pandang Pragmatisme
Menurut filsafat Pragmatisme, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan.
Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan.
Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkrit. Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut.

-          Kesimpulan dan Catatan Kritis
Pragmatisme William James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. Ia menolak kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh suatu gagasan. Hal ini menimbulkan implikasi, bahwa kebenaran tidak bersifat mutlak, melainkan berubah-ubah. Pandangan ini juga mengarahkan cara pandang kita untuk menganggap gagasan-gagasan hanya sebagai instrumen atau alat untuk mencapai maksud dan tujuan kita. Dengan demikian, motivasi subjeklah yang akan menentukan kebenaran suatu gagasan.
Pemikiran William James di bidang psikologi agama juga menyanggah pandangan-pandangan tradisional terhadap agama. Bahwa agama merupakan sesuatu yang objektif, disanggah dengan pemikiran yang juga menginstrumentalisasikan agama. Dengan demikian, konsep mengenai Tuhan yang otonom dan Mahakuasa juga tertolak. Oleh karena keyakinan kepada Tuhan juga dipandang sebagai alat semata-mata untuk meraih tujuan yang lain.

b.      John Dewey[3]
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952.
Dari tahun 1884 sampai 1888, Dewey mengajar pada Universitas Michigan dalam bidang filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota. Akan tetapi pada akhir tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan menjadi kepala bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai tahun 1894, ketika ia pindah ke Universitas Chicago yang membawa banyak pengaruh pada pandangan-pandangannya tentang pendidikan sekolah di kemudian hari. Ia menjabat sebagai pemimpin departemen filsafat dari tahun 1894-1904 di universitas ini. Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School. Di pusat penelitian ini ia pun memulai penelitiannya mengenai pendidikan di sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya dalam praksis sekolah-sekolah. Hasilnya, ia meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai ganti, ia menekankan pentingnya kreativitas dan keterlibatan murid dalam diskusi dan pemecahan masalah. Selama periode ini pula ia perlahan-lahan meninggalkan gaya pemikiran idealisme yang telah mempengaruhinya. Jadi selain menekuni pendidikan, ia juga menukuni bidang logika, psikologi dan etika.
Menurut Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisik belaka. Filsafat harus berpijak pada pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara kritis. Dengan demikian, filsafat dapat menyusun suatu sistem nilai atau norma.
Cara-cara non-ilmiah (unscientific) membuat manusia tidak meruasa puas sehingga mereka menggunakan cara berpikir deduktif atau induktif. Kemudian orang mulai memadukan cara berpikir deduktif dan induktif, dimana perpaduan ini disebut dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Metode ini diperkenalkan oleh John Dewey antara lain: 
1.      The Felt Need (adanya suatu kebutuhan): Seseorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaanya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut. 
2.      The Problem (menetapkan masalah): Dari kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need diatas, diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan (kebutuhan). Penemuan terhadap kebutuhan dan masalah boleh dikatakan parameter yang sangat penting dan menentukan kualitas penelitian. Studi literatur, diskusi, dan pembimbingan dilakukan sebenarnya untuk men-define kebutuhan dan masalah yang akan diteliti. 
3.      The Hypothesis (menyusun hipotesis): Jawaban atau pemecahan masalah sementara yang masih merupakan dugaan yang dihasilkan misalnya dari pengalaman, teori dan hukum yang ada. 
4.      Collection of Data as Avidance (merekam data untuk pembuktian): Membuktikan hipotesis dengan eksperimen, pengujian dan merekam data di lapangan. Data-data dihubungkan satu dengan yang lain untuk ditemukan kaitannya. Proses ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis. 
5.      Concluding Belief (kesimpulan yang diyakini kebenarannya): Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tahap ke-4, dibuatlah sebuah kesmpulan yang diyakini mengandung kebenaran, khususnya untuk kasus yang diuji. 
6.      General Value of the Conclusion (memformulasikan kesimpulan umum): Kesimpulan yang dihasilkan tidak hanya berlaku untuk kasus tertentu, tetapi merupakan kesimpulan (bisa berupa teori, konsep dan metode) yang bisa berlaku secara umum, untuk kasus lain yang memiliki kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan diatas.
-          Pandangan Dewey Tentang Perilaku Sosial
Teori-teori awal yang dianggap mampu menjelaskan perilaku seseorang, difokuskan pada dua kemungkinan  (1) perilaku diperoleh dari keturunan dalam bentuk instink-instink biologis - lalu dikenal dengan penjelasan "nature" - dan (2) perilaku bukan diturunkan melainkan diperoleh dari hasil pengalaman selama kehidupan mereka - dikenal dengan penjelasan "nurture".  Penjelasan "nature" dirumuskan oleh ilmuwan Inggris Charles Darwin pada abad kesembilan belas di mana dalam teorinya dikemukakan bahwa semua perilaku manusia merupakan serangkaian instink yang diperlukan agar bisa bertahan hidup. Mc Dougal sebagai seorang psikolog cenderung percaya bahwa seluruh perilaku sosial manusia didasarkan pada pandangan ini (instinktif).
Namun banyak analis sosial yang tidak percaya bahwa instink merupakan sumber perilaku sosial. John Dewey mengatakan bahwa perilaku kita tidak sekedar muncul berdasarkan pengalaman masa lampau, tetapi juga secara terus menerus berubah atau diubah oleh lingkungan - "situasi kita" - termasuk tentunya orang lain.
Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai  sesuatu proses yang (1) instinktif,  (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental. John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat - atau struktur sosial.
Pandangan Dewey tentang manusia bertolak dari konsepnya tentang situasi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga segala perbuatannya, entah baik atau buruk, akan diberi penilaian oleh masyarakat. Akan tetapi di lain pihak, manusia manurutnya adalah yang menciptakan nilai bagi dirinya sendiri secara alamiah. Masyarakat di sekitar manusia dengan segala lembaganya, harus diorganisir dan dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perkembangan semaksimal mungkin. Itu berarti, seorang pribadi yang hendak berkembang selain berkembang atas kemungkinan alamiahnya, perkembangannya juga turut didukung oleh masyrakat yang ada di sekitarnya.
Dewey juga berpandangan bahwa setiap pribadi manusia memiliki struktur-struktur kodrati tertentu. Misalnya insting dasar yang dibawa oleh setiap manusia. Insting-insting dasar itu tidak bersifat statis atau sudah memiliki bentuk baku, melainkan sangat fleksibel. Fleksibilitasnya tampak ketika insting bereaksi terhadap kesekitaran. Pokok pandangan Dewey di sini sebenarnya ialah bahwa secara kodrati struktur psikologis manusia atau kodrat manusia mengandung kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diaktualisasikan sesuai dengan kondisi sosial kesekitaran manusia. Bila seseorang berlaku yang sama terhadap kondisi kesekitaran, itu disebabkan karena “kebiasaan”, cara seseorang bersikap terhadap stimulus-stimulus tertentu. Kebiasaan ini dapat berubah sesuai dengan tuntutan kesekitarnya.

-          Pandangan Dewey Dalam Dunia Pendidikan
Dewey juga menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandanganya tentang filsafat pendidikan. Pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di Universitas Chicago, ia telah mulai mengkritik tentang sisitem pendidikan tradisional yang bersifat determinasi. Sekarang ini, pandangannya tidak hanya digunakan di Amerika, tetapi juga di banyak negara lainnya di seluruh dunia.
Untuk memahami pemikiran John Dewey, kita harus berusaha untuk memahami titik-titik lemah yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Ia secara realistis mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan pentingnya peranan guru dan mengesampingkan para siswa dalam sestem pendidikan. Penyikasaan fisik dan indoktrinasi dalam bentuk penerapan dokrin-dokrin menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan. Tak lepas dari kritikannya juga yakni sistem kurikulum yang hanya “ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukkan-masukkan dari bawah. Intinya bahwa, dalam dunia pendidikan harus diterapkan sistem yang demokratis.
Menurutnya, proses belajar berarti menangkap makna dengan cara sederhana  dari sebuah praktek, benda, proses atau peristiwa. Menangkap makna berarti mengetahui kegunaannya. Sesuatu yang mempunyai makna berarti memiliki fungsi sosial. Oleh karena itu pendidikan harus mampu mengantar kaum muda untuk memahami aktivitas yang mereka temukan dalam masyarakat. Semakin banyak aktivitas yang mereka pahami berarti semakin banyak pula makna yang mereka diperoleh. Dalam pengertian inilah ia mengatakan bahwa mutu pengetahuan mempengaruhi demokrasi.
Dewey menganggap pentingnya pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan disposisi inteligensi yang terkonstitusi. Dengan itu, dapat pula diusahakan kesadaran akan pentingnya pengormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental dari setiap orang. Gagasan ini juga bertolak dari gagasannya tentang perkembangan seperti yang sudah di bahas sebelumnya. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama, dan membangun kembali yang baru. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapi, daripada mengisisnya secara sarat dengan formulasi-formulasi secara sarat teoretis yang tertib.
Pendidikan harus pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang bertolak dan merupakan kontuinitas dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak didik. Dengan demikian, belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan terus-menerus untuk membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran.

3.      Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
a.       Kekuatan Pragmatisme
-          Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
-          Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
-          Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.

b.      Kelemahan Pragmatisme
-          Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
-          Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
-          Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.[4]

B.            REALISME MODERN
Realisme modern dimulai sekitar abad ke 16 atau ketujuh belas. Ditandai dengan muncul revolusi perancis dan revolusi industri. Dan lahirnya pemikir-pemikir di luar gereja. Mereka adalah orang-orang yang berpikir secara otonom dan akhirnya menjadikan manusia menjadi pusat segala-galanya.  Kemodernan sering diidentikkan juga dengan zamannya enlightement atau aufklerung (pencerahan)  yang dicetuskan oleh Immauel Kant dari Jerman pada abad ke-18.
Realisme modern tentu saja berbeda dengan paham realisme sebelumnya. Kalau realisme pada zaman Yunani kuno menganggap bahwa realitas itu  tidak sekedar apa yang dapat dilihat secara real, tetapi realitas itu adalah pemikiran atau ide-ide. Plato yang meyakini bahwa realitas yang sesungguhnya itu bukanlah kenyataan yang dapat dilihat secara indrawi. Menurutnya apa yang kita lihat sekarang ini hanyalah bayang-bayang dari realitas yang sebenarnya. Apa yang ada sekarang ini hanyalah fotokopian dari realitas yang abadi. Realitas yang abadi menurutnya adalah idea-idea (dunia ide). Yang real itu adalah apa yang kita yang ada dalam ide-ide kita.
Argumen yang paling jelas dikemukakan oleh Plato adalah bahwa realitas ini selalu berubah, apa yang kita lihat hari ini bisa berbeda dengan apa yang kita lihat kemarin atau besok. Itu terjadi karena realitas sekarang ini tidak abadi. Sementara realitas yang abadi adalah apa yang ada dalam ide-ide kita dan tidak pernah berubah ia tetap abadi.
a.      Pandangan Realisme Modern
-          Padangan tentang manusia
Jiwa adalah bagian tertentu dari otak dan otak ini disebutnya sensorium, cara kerja sensorium ini  ada dua hal yaitu: objek-objek ditangkap oleh indra dan dimasukkan ke syaraf kemudian ke sensorium  dan dalam sensorium ini ada semacam jiwa yang disebut anima, inilah yang akan menggerakkan otot-otot(Stimulus) yang menghasilkan  respon. Manusia adalah sistem mekanisme  kecil. 
-          Tuhan menurut Realisme modern
Tuhan itu abadi dan tak terbatas (omimpotens). Karena dialah yang membentuk ruang dan waktu (wadah bagi segala aktivitas). Di sini mulai terasa image Tuhan yang impersonal. Kendatipun demikian Tuhan sendiri tak terpengaruh  oleh kreativitas itu. Tuhan adalah segala daya persepsi, kalau membayangkan-Nya pakai indera kita misalnya teliga, maka Tuhan itu adalah teliga seluruhnya, demikian juga dengan tangan, mata Tuhan itu akan menjadi tangan dan mata seluruhnya. Cara kerja Tuhan itu tidak seperti manusia. Sehingga Tuhan itu dapat dikatakan seluruhnya otak (devine sensorium) atau absolute space and time.

b.      Karakteristik Realisme Modern
-            Realisme modern ini ditandai dengan cara berpikir atau atomistik.
Segala sesuatu itu dibayangkan hanya berjenis sama misalnya  rumah, dalam arti unsur pembentuknya sama. Sains hanya memiliki bahan dasar itu. keseluruhan hendaknya dijelaskan berdasarkan bagian terkecilnya. Kelak kemodernan dikritik sebagai reduksionis. Mirip dengan Signum Freud yang mengatakan bahwa seluruh perilaku manusia itu ditentukan oleh  lidido (seks). Deistik melahirkan ateistik sama dengan sekularistik yang memisahkan manusia dengan Tuhan (Deisme adalah ajaran yang mengatakan bahwa Tuhan itu terpisah dari alam semesta. Sesudah Tuhan menciptakan alam semesta Ia tidak lagi berhubungan dengan Alam semesta sama sekali. Kekuatan sains adalah produksi  prediksi dan manipulasi).

-          Realisme modern ditandai dengan munculnya Rasionalisme
Kemoderenan yang melihat realitas itu ada sejauh masuk akal. Maka muncul ilmu yang mengangungkan rasio. Mereka percaya bahwa realitas bekerja secara rasional, logis, objektif, sehingga rasio manusia mampu memahami segala hal. Konsekuensinya adalah segala hal yang gaib, misterius, ilahi, atau yang rasional tidak ada atau paling banter “belum diketahui”. Jadi keyakinan religius atau prinsip: “credo quia impossible” (saya percaya sesuatu yang tidak mungkin), itu semua omong kosong. Sebab segala hal secara pelan-pelan bisa di jelaskan. Keyakinan filosofis ini adalah nyawa dari modernitas.

-          Prinsip Modern  ala rasionalisme
Manusia harus mengembangkan diri dan menuntun dirinya sendiri dengan standar-standar yang jelas dalam arti clara et disticta (jelas dan tegas), benar-salah atau baik-buruk dsb. Maka sepanjang zaman modern segala hal distandarisasi dan standar tersebut perlu dikualifikasi ala ilmu alam agar bersifat  pasti.  jadi ilmu alam saat itu primadona dalam ilmu sains. Alam semesta dan kehidupan adalah mekanisme raksasa  yang bekerja secara rasional, matematis dan fisis artinya sesuai dengan hukum-hukum  fisika.
Ada keyakinan bahwa iptek itu mampu melahirkan/ menghasilkan kebenaran-kebenaran lebih  dalam daripada yang diwahyukan dalam tradisi maupun kitab suci.   Dan dalam kaitan dengan ini bahwa kebenaran itu kalaupun diwahyukan belumlah lengkap, hanya sebagian dan belum sempurna, artinya sebagaian besar harus dicari. Bidang-bidang kehidupan (agama, politik, ekonomi, budaya dsb) perlu dikelola secara rasional juga. Dikemudian hari rasionalisme menjadi sangat cenderung mereduksikan kehidupan itu sendiri.

c.       Sisi Positif dan Sisi negative Realisme Moderr
-           Sisi Negatif Realisme Modern
Realisme modern melihat segala hal dari perspektif sains. Yang ‘eksis’ (ada) itu benar-benar ada sejauh dapat dijelaskan dan dibuktikan secara empiris. Segala hal harus dapat diterima oleh rasio. Akibat dari pemahaman ini, realitas yang sesungguhnya dikerdilkan dalam pemahaman rasio semata. Alam semesta ini juga dilihat sejauh itu sesuai dengan hukum-hukum mekanistik. jadi bagaimana dengan hal-hal yang gaib atau miracle. Agama disingkirkan dan segala hal yang berbau misktik dianggap tidak benar dan perlu dibasmi.  Padahal banyak hal dalam dunia ini yang tidak bisa diperlakukan demikian. Padangan orang timur yang percaya akan alam lain  yang berada di luar rasio dianggap kekanak-kanakan.
Cara berpikir modern ini juga memiliki tendensi (kecenderungan) ke arah pragmatisme. Salah tokoh yang tekenalnya adalah William James dari Amerika. Segala hal hanya penting jika bisa berguna bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain manusia itu berarti hanya jika bisa digunakan. Manusia dilihat bukan sebagai manusia yang memiliki martabat dan keunikan, tetapi manusia itu dilihat sejauh bisa digunakan dan dimanfaatkan keahliannya. Manusia tidak jauh berbeda dengan mesin yang siap untuk kerja.


-           Sisi positif Realisme Modern
Manusia secara peradaban mengalami kemajuan. Segala hal dapat dilakukan dengan cepat. Alam yang dulu mendikte manusia dengan segala macam kekuatannya, sekarang manusialah yang mendikte alam. Alam ditundukkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Manusia mampu menciptakan segala sesuatu yang menunjang kepentingannya. Yang real itu bukan lagi pemikiran-pemikiran yang abstrak dan membingungkan. Yang real adalah apa yang ada di dunia ini. Segala hal yang bisa dijelaskan dengan hukum logika dan eksperimen itulah yang konkret, yang real dan yang nyata.
Melalui cara berpikir demikian yang real dilihat sebagai sesuatu yang dapat diolah dan digunakan untuk kepentingan umat manusia. [5]


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
1.      Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Tokoh utama Pragmatisme adalah William James dan John Dewey
2.      Realisme modern dimulai sekitar abad ke 16 atau ketujuh belas. Ditandai dengan muncul revolusi perancis dan revolusi industri. Dan lahirnya pemikir-pemikir di luar gereja. Mereka adalah orang-orang yang berpikir secara otonom dan akhirnya menjadikan manusia menjadi pusat segala-galanya.  Kemodernan sering diidentikkan juga dengan zamannya enlightement atau aufklerung (pencerahan)  yang dicetuskan oleh Immauel Kant dari Jerman pada abad ke-18.
B.            Saran
Diharapkan untuk dapat memahami dengan jelas pragmatism dan Realisme moder


DAFTAR PUSTAKA







Next
This is the most recent post.
Older Post

0 comments:

Post a Comment